1. Materi Untuk Tingkat Dasar
Penyampaian
materi NABI MUHAMMAD SAW MENERIMA WAHYU untuk tingkat dasar dilaksanakan dengan
metode ceramah. Bercerita tentang kisah Nabi, mengenalkan tokoh-tokoh, tempat
dan tahun, serta menanamkan hikmah yang terkandung di dalam kisah tersebut
kepada peserta didik. Penyampaian materinya adalah sebagai berikut:
A. NABI MUHAMMAD SAW Menerima Wahyu Yang Pertama
Sejak
masa kanak-kanak, MUHAMMAD senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia.
Sekalipun ia tidak pernah melakukan pekerjaan keji yang umum dilakukan
bangsanya, khususnya dalam masalah ibadah kepada Tuhan. Mereka membuat berhala
dari batu lalu mereka sembah dengan cara mereka sendiri. Mereka membuat tidak
kurang dari 360 buah berhala. Setiap suku memiliki berhala masing-masing.
Mereka memberi nama berhala-berhala itu dengan nama macam-macam seperti Hubal,
Latta, ‘Uzza, dan sebagainya.
Melihat kerusakan yang menimpa umat
manusia, dalam hati MUHAMMAD timbul perasaan sedih sehingga tertanamlah dalam
kalbunya cita-cita yang teguh, hendak membersihkan alam ini dari
kebusukan-kebusukan itu. Dengan semakin bertambahnya usia, maka bertambah
kuatlah cita-citanya. Saat usia beliau mendekati 40 tahun, timbullah dalam
dirinya keinginan untuk berkhalwat (menyepi).
Seringkali dan terkadang sampai
berhari-hari, beliau mengasingkan diri dari kekalutan yang memenuhi negeri,
berpisah ke suatu tempat yang sepi dalam sebuah gua batu yang bernama gua hira.
Gua yang terletak beberapa kilometer di utara Mekkah. Gua tersebut gelap dan
sempit, terletak di lereng gunung, kurang lebih 20 meter dari puncak. Orang
yang tidak memiliki keberanian dan keteguhan hati seperti MUHAMMAD tidak akan
sanggup memasuki gua itu karena keadaannya yang mengerikan.
Dalam hasratnya menghadapkan diri
itu, beliau bangun tengah malam. Kalbu dan kesadarannya dihidupkan. Beliau
berpuasa lama sekali. Dengan demikian, beliau hidupkan renungan dalam benak
beliau. Kemudian, beliau turun dari gua itu, melangkah ke jalan-jalan di padang
sahara. Beliau kembali ke tempat beliau berkhalwat, hendak menguji, apakah yang
berkecamuk dalam perasaannya ?, Apakah yang terlihat dalam mimpinya ?.
Hal tersebut berjalan kurang lebih
selama 6 bulan, sampai beliau merasa khawatir akan membawa dampak negatf
terhadap diri beliau. Oleh karena itu, beliau nyatakan rasa kekhawatiran itu
kepada Khadijah dan menceritakan apa yang yang telah dilihatnya. Beliau
khawatir kalau itu adalah gangguan jin.
Tiba-tiba pada suatu malam, tanggal
17 Ramadhan tahun ke 40 dari kelahirannya, gua yang ditempatinya itu menjadi
terang benderang memancarkan seberkas cahaya yang kemudian menerangi seluruh
ruangan dalam gua itu. Pada saat seperti itu, turunlah makhluk dari langit yang
berbentuk manusia dengan kecepatan yang luar biasa, lalu menghampiri MUHAMMAD seraya berkata, “Iqra’. (Bacalah)!”
Dengan perasaan kaget MUHAMMAD menjawab, “Maa ana biqaari’in (Aku tidak
dapat membaca)”.
Ia merasa seolah malaikatb itu
mencekiknya, kemudian melepasnya lagi seraya berkata, “Iqra” (Bacalah !!)”
Masih dalam ketakutan akan dicekik
lagi MUHAMMAD menjawab, “Maa ana
biqaari’in (Aku tidak dapat membaca)”.
Selanjutnya, malaikat itu memeluk MUHAMMAD hingga MUHAMMAD sulit bernapas, lalu malaikat itu melepaskannya seraya
berkata, “Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmu Yang Paling Permurah, (Tuhan) Yang Mengajarkan (manusia)
dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (Al-‘Alaq (96): 1-5)
Setelah tersadar dari kekagetannya
itu, MUHAMMAD lari keluar gua dan melihat ke arah langit. Tampaklah di depan pandangannya suatu bentuk manusia yang sangat besar. Kedua kakinya saja
mencapai ufuk penglihatannya. Orang besar itu berseru kepada MUHAMMAD, “Wahai Muhammad, kamu adalah Rasul Allah dan
aku adalah Jibril”.
Setelah rupa malaikat itu
mernghilang, MUHAMMAD pulang dengan wahyu yang disampaikan kepadanya. Hatinya berdebar-debar ketakutan. Dijumpainya Khadijah seraya berkata, “selimuti aku”.
Ia segera diselimuti, tubuhnya
menggigil seperti sedang demam. Setelah rasa ketakutannya itu berangsur reda,
dipandangnya istrinya dengan pandangan mata ingin mendapat kekuatan. MUHAMMAD berkata, “mengapa aku ini Khadijah?”.
Diceritakannya peristiwa yang telah
dialaminya, dan dinyatakan rasa kekhawatirannya akan terpedaya oleh kata
hatinya atau ia akan menjadi ahli nujum.
Untuk lebih menentramkan diri
siamunya, pagi-pagi Khadijah pergi ke rumah seorang pendeta Kristen, Waraqah
Bin Nufail. Setelah mendengar peristiwa yang diceritakan Khadijah, ia berkata, “saudaraku, jangan khawatir. Suamimu telah
terpilih sebagai Rasul Allah. Allah telah berbicara dengan dia. Sebagaimana Dia
telah berbicara dengan Musa di gunung tursina”.
Dengan nada sedih Waraqah Bin Nufail
berkata lagi kepada NABI MUHAMMAD SAW, “Sekiranya
umurku panjang, aku akan membelamu sekuat tenagaku padea saat engkau diusir
oleh kaummu”.
B.
Pengenalan
Tokoh Dan Tempat Dalam Kisah:
a. NABI MUHAMMAD SAW:
Manusia
yang berakhlak mulia, yang tidak pernah berbuat keji, tidak pernah menyembah
berhala, calon Nabi kekasih allah, Nabi dan Rasul Allah yang terakhir.
b. Khadijah:
Istri NABI MUHAMMAD SAW yang setia dan penuh bakti kepada Muhammad. Penuh tanggung jawab
mendampingi NABI MUHAMMAD SAW dalam keadaan apapun.
c. Waraqah
bin Nufail:
Pendeta
nasrani yang shalih, yang mengimani kehadiran Rasul Allah yang terakhir. Orang
yang memberi penjelasan, menenangkan NABI MUHAMMAD SAW dan Khadijah atas apa yang telah
dialami NABI MUHAMMAD SAW. Orang yang berharap seandainya diberikan umur panjang, akan
membela NABI MUHAMMAD SAW.
d. Gua
hira:
Gua
tempat NABI MUHAMMAD SAW berkhalwat
e. Mekkah:
Kota
tempat tinggal NABI MUHAMMAD SAW.
C. Hikmah Di Balik
Kisah Muhammad:
a. Pentingnya
akhlak yang mulia
b. Pentingnya
ketauhidan kepada Allah, tidak menyembah yang lain
c. Malaikat
jibril sangat patuh kepada Allah, menyampaikan wahyu kepada Nabi dan Rasul yang
dipilih Allah. Terkadang menampakkan diri dalam wujud manusia normal, dan
manusia yang berukuran sangat besar.
d. Kesempurnaan
wahyu Allah yang diturunkan melalui malaikat jibril.
e. NABI MUHAMMAD SAW tidak dapat membaca sebagai bukti bahwa apa yang disampaikannya adalah murni
firman Allah, bukan karangan beliau.
2. Materi Untuk Tingkat Menengah
Penyampaian
materi NABI MUHAMMAD SAW menerima wahyu yang pertama untuk tingkat menengah
adalah dengan memadukan metode ceramah yang disertai penggunaan berbagai media.
Guru dapat menggunakan media powerpoint
untuk mempresentasikan materi. Materi pembelajaran, selain berisi kisah
turunnya wahyu kepada NABI MUHAMMAD SAW, juga dikembangkan kepada tujuan
disampaikannya wahyu kepada NABI MUHAMMAD SAW. Pont-point penting materinya
adalah sebagai berikut:
Wahyu dan NABI MUHAMMAD SAW
Wahyu
yang disampaikan kepada MUHAMMAD adalah wahyu yang memperbaiki kondisi
masyarakat, memperbaiki ajaran Nabi sebelum MUHAMMAD yang sudah mengalami
pencemaran dan penyimpangan. Manusia diciptakan Allah dengan tujuan untuk
menyembah Allah, bertauhid murni kepada Allah, tanpa menyekutukannya dengan
yang lain. Kondisi masyarakat kota Mekkah pada saat itu yang rusak baik dari
sisi moral, penyembahan kepada berhala, keercayaan pada klenik dan khurafat,
dan melakukan upaya pemalsuan terhadap ajaran-ajaran Nabi yang terdahulu.
Inilah dasar utama adanya kenabian yang diturunkan kepada MUHAMMAD yang
memurnikan aqidah, meluruskan ajaran dan wahyu Allah SWT. Ajaran-ajaran dalam wahyu
yang diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW adalah:
1. Penciptaan
dan Beberapa Sifat-NYA
Manusia
tidak menciptakan dirinya sendiri, dan tak ada makhluk manapun yang mampu
menciptakan dirinya dari sesuatu tanpa wujud perantara. Semua makhluk berasal
dari Sang Pencipta. Allah SWT sebagai Pencipta adalah Maha Unik dan tidak ada
yang menyerupai-NYA, Dia tidak dilahirkan dan Dialah satu-satunya Tuhan. Dia
Maha Pemurah, Pengasih, dan Penyayang, membalas semua kebaikan dan menerima
taubat orang yang benar-benar menyesali perbuatannya. Dia memberi ampunan pada
siapa yang dikehendaki-NYA dan tidak akan memberi ampunan pada setiap orang
yang menyekutukan-NYA. Manusia diciptakan Allah untuk menyembah kepada-NYA,
beribadah dengan baik kepada-NYA, seluruh kegiatan manusia yang disertai niat
untuk memberi pelayanan terhadap Allah SWT dapat dinilai sebagai amal ibadah.
2. Penyempurnaan
Dan Pemurnian Risalah Nabi Terdahulu
Dalam
jiwa manusia, Allah meniupkan sifat naluri yang mengantarkan penghambaan
kepada-NYA. Allah mengutus para Rasul dari masa ke masa agar terhindar dari
penyembahan berhala, atau pun khurafat dan membimbing manusia pada penyembahan
yang benar. Allah sebagai Sang Pencipta membersihkan para utusan-NYA dari
segala bentuk perilaku jahat serta memberi kebaikan budi. Mereka sebagai model
percontohan dan memerintahkan semua pihak agar mengikuti jejak kepemimpinannya
dalam menghambakan diri pada Allah SWT. Semua risalah para Nabi adalah ungkapan
singkat “tiada Tuhan melainkan Allah”, kata kunci yang menyatukan semua para
Nabi sejak Nabi Adam AS hingga NABI MUHAMMAD SAW.
3. NABI MUHAMMAD SAW Rasul Terakhir
Nabi
Ibrahim AS pernah bermimpi bahwa seorang dari keturunannya akan menjadi seorang
yang menggembirakan Sang Pencipta, yang diutus menjadi Nabi dan Rasul yang
terakhir. Berdasarkan mimpi itu, berdoalah Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT,
agar diutus salah seorang dari keturunannya yang membacakan ayat-ayat-NYA,
mengajarkan al Kitab (Quran) dan hikmah (Sunnah) dan mensucikan umat manusia.
Dari doa itulah, dengan kehendak dari Allah, di Mekkah Allah mengutus MUHAMMAD sebagai Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, yang diutus untuk mensucikan
seluruh umat manusia.
3.
Materi Untuk Tingkat Atas
Materi NABI MUHAMMAD SAW menerima wahyu
untuk tingkat atas, guru menjelaskan tentang cara dan proses turunnya kalam Allah tersebut kepada NABI MUHAMMAD SAW. Materinya adalah sebagai berikut:
A.
Al-Quran
Diturunkan Dalam Bentuk Wahyu Matluw
Cara-cara
Allah dalam berbicara kepada seseorang yang dikehendaki-NYA adalah melalui tiga
macam:
a. Melalui
wahyu
Wahyu
di sini adalah ilham dan makna (pengertian) yang dimasukkan ke dalam hati, baik
di kala jaga seperti dialami oleh ibu Musa agar menyusui putranya, maupun di
kala tidur, seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS agar menyembelih
putranya, Ismail AS. Pengertian dan makna yang dimasukkan ke dalam hati
tersebut bukanlah dalam bentuk verbal, melainkan dalam bentuk pengertian yang
bebas dari keraguan dan kesulitan serta tidak pula merupakan hasil meditasi.
b. Berfirman
dari balik tabir
Seseorang
dapat mendengar firman Allah SW, tetapi tidak dapat melihat-NYA seperti yang
pernah dialami oleh Nabi Musa AS di bukit Tursina.
c. Melalui
seorang malaikat
Seseorang
dapat berbicara dengan Allah melalui perantaraan seorang malaikat, yaitu Jibril
AS, yang bergelar Ruh al-Qudus dan Ruh al-Amin.
Dengan
demikian, cara Allah berbicara atau berfirman kepada manusia ada yang secara
langsung, tanpa melalui perantara yang menyampaikannya dan ada pula yang tidak
secara langsung, tetapi hanya melalui perantara yang menyampaikannya, yaitu
Jibril. Penyampaian kalam Allah kepada seseorang, tanpa melalui perantara ada
dua macam:
a. Langsung
menerimanya dari Allah dalam bentuk makna (ide), namun sama sekali tidak
mendengar suara kalam Allah tersebut,
b. Langsung
menerima dari Allah, dan mendengar bunyinya secara nyata, namun tidak
melihat-NYA
Adapun
penyampaian kalam Allah secara tidak langsung, tetapi melalui perantara saja,
ada dua macam:
a. Menerima
kalam Allah tersebut dalam bentuk makna (ide) saja, kemudian ia
mengungkapkannya dengan bahasanya,
b. Menerima
kalam Allah tersebut tidak hanya dalam bentuk makna, tetapi juga lafalnya.
NABI MUHAMMAD SAW telah menerima kalam Allah melalui ketiga macam cara tersebut.
Cara yang pertama, adakalanya beliau alami melalui ilham di kala beliau dalam
keadaan jaga. Setelah beliau menerimanya, beliau dapat mengingatnya dengan
tepat. Di samping itu, Rasulullah SAW juga pernah menerima kalam Allah melalui
cara yang pertama, namun pada waktu tidur, bukan pada waktu jaga. Pengalaman
beliau yang seperti itu telah diriwayatkan oleh ‘aisyah ra sebagai berikut, “Pertama kali Rasulullah SAW menerima wahyu
adalah mimpi yang benar pada waktu tidur. Beliau tidak melihat mimpi itu,
kecuali dating seperti cahawa subuh”. H.R. Bukhari.
Cara
kedua, menurut riwayat hanya sekali pernah dialami Rasulullah SAW, yaitu ketika
mi’raj, beliau telah menerima perintah untuk melaksanakan shalat fardhu lima
waktu dari Allah secara langsung, tanpa perantaraan Jibril.
Cara
ketiga, adalah cara yang cukup sering dialami oleh Rasulullah SAW. Adakalanya
Jibril menyampaikan makna (ide) yang terkandung dalam kalam Allah atau wakyu,
kemudian beliau sendiri yang mengungkapkannya kepada kaum muslim dengan lafal
(redaksi) dari beliau; dan adakalanya pula Jibril langsung menyampaikan kalam
Allah itu tidak hanya berupa makna (ide) yang terkandung di dalamnya, tetapi
sekalugus dengan lafalnya langsung dari Allah.
Cara
yang tertinggi dari ketiga cara tersebut adalah cara yang terakhir. Sebab,
wahyu yang diturunkan dengan cdara yang terakhir tersebut, hanya untuk para
Nabi dan Rasul yang bertugas membawa risalah Allah. Adapun wahyu yang
diturunkan dengan cara pertama dan kedua termasuk jenis wahyu yang lebih rendah
kendatipun sifatnya langsung dari Allah. Begitu pula wahyu yang diturunkan
melalui jibril, namun yang disampaikannya kepada Rasulullah SAW hanya berupa
makna. Sebab, wahyu dalam bentuk-bentuk tersebut dapat pula diberikan kepada
orang-orang saleh yang bukan Nabi dan Rasul.
Oleh
karena al-Qur’an berisi risalah Allah yang terakhir dan untuk seluruh umat
manusia, sudah semestinya pula jika wahyu Allah yang terkandung dalam kitab
suci itu diturunkan dengan cara yang ketiga, yaitu melalui malaikat jibril
dalam bentuk makna dan lafalnya sekaligus. Hal ini telah dinyatakan oleh Al
Quran sendiri dengan jelas di beberapa ayatnya, antara lain seperti yang
disebutkan di surat Asy Syu’ara: 192-195. “Dan
sesungguhnya Al Quran itu benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta ala, dia
dibawa turun oleh al ruh al amin (jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan
bahasa arab yang jelas”.
Firman
Allah yang menegaskan bahwa Al Quran diturunkan oleh Allah melalui perantaraan
Jibril dengan bahasa arab yang jelas telah membuktikan bahwa NABI MUHAMMAD SAW telah menerima Al Quran itu benar-benar dalam bentuk makna dan lafalnya, tanpa
ada campur tangan dan interpretasi dari jibril atau Nabi sendiri. Dengan
demikian, peran jibril dalam menyampaikan Quran kepada Rasulullah SAW hanya
sekedar membacakan apa yang telah diterimanya secara harfiah. Sebab, baik makna
(ide) maupun lafal (kata-kata)nya adalah langsung dari Allah sendiri.
Penegasan
dari Allah melalui firman-NYA di atas sekaligus telah membantah bahwa tidak
adanya unsur manusiawi pada lafal-lafal Quran. Hikmah diturunkannya Quran
melalui jibril dalam bentuk tersebut adalah untuk meyakinkan kebenarannya
kepada NABI MUHAMMAD SAW dalam bahasa yang benar-benar pasti.
Bentuk
penyampaian wahyu seperti al Quran ini dalam Islam disebut wahyu matluw yang berarti wahyu yang dibacakan
kepada Nabi dengan kata-kata yang jelas.
Selanjutnya,
bagaimana cara malaikat jibril menyampaikan al Quran kepada NABI MUHAMMAD SAW telah dijelaskan beliau bahwa, ada dua cara yang dipakai jibril dalam
menyampaikan al Quran kepada beliau. Pertama,
jibril tidak menampakkan dirinya sehingga NABI MUHAMMAD SAW tidak dapat melihat
wujudnya, namun dapat mendengar suara seperti bunyi lonceng. Para ulama
berpandangan, mungkin bunyi lonceng ini adalah bunyi kepakan sayap malaikat.
Sebab, dalam sebuah hadis disebutkan, “apabila
Allah menghendaki sesuatu di langit, para malaikat mengepak-ngepakkan sayap
mereka sebagai tanda tunduk kepada firman-NYA”. Mungkin juga suara seperti
bunyi lonceng itu adalah suara malaikat itu sendiri seperti yang pernah beliau
dengar pada waktu pertama kali menerima wahyu. Cara pertama ini sangat
menyusahkan NABI MUHAMMAD SAW dalam menerimanya. Sebab untuk dapat menerimanya,
beliau juga harus memiliki keruhanian yang tinggi, setidak-tidaknya setingkat
dengan keruhanian jibril. Oleh karena
itu, NABI MUHAMMAD SAW harus mentransformasikan diri beliau dari alam manusia
yang indrawi masuk ke alam malaikat yang non-indrawi. Tetapi betapapun
kesusahan yang beliau alami, ternyata apa yang telah dibacakan oleh jibril
masih dapat ditangkap dan dihafal beliau.
Kedua, malaikat
jibril menampakkan dirinya kepada NABI MUHAMMAD SAW seperti seorang pria dan
bercakap-cakap dengan beliau sebagaimana layaknya manusia biasa sehingga beliau
dengan mudah dapat menghafal apa saja yang telah dibacakan malaikat itu. Dalam
beberapa hadis dinyatakan, peristiwa ini sering terjadi. Bahkan, di antara
peristiwa-peristiwa tersebut, para sahabat Nabi juga turut menyaksikannya.
Jibril muncul di hadapan Rasul; berwujud manusia yang tampan. Namun, kemunculan
jibril itu baru terjadi setelah NABI MUHAMMAD SAW berhijrah ke madinah, sebab
sahabat tersebut baru memeluk Islam setelah perang badr.
Tegasnya,
bagaimanapun cara jibril dalam menyampaikan wahyu kepada NABI MUHAMMAD SAW, apakah
dengan menyerupai seorang manusia ataukah tidak, yang pasti adalah, semua ayat
al Quran telah diturunkan kepada beliau dalam bentuk wahyu matluw atau wahyu verbal, yaitu wahyu yang dibacakan dengan
kata-kata yang jelas.
Bagaimana
susah dan beratnya penderitaan NABI MUHAMMAD SAW ketika menerima ayat-ayat al
Quran, terutama yang disampaikan dengan cara pertama di atas, dapat diketahui
melalui beberapa informasi dari beberapa sahabat yang pernah menyaksikan
turunnya ayat-ayat al Quran. Misalnya, menurut informasi dari ‘aisyah ra,
setelah wahyu turun kepada Rasulullah SAW, wajah beliau bercucuran keringat,
padahal waktu itu udara dingin sekali. Menurut informasi dari ‘ubaidah bin
shamit, apabila wahyu turun kepada Nabi, beliau terlihat kelelahan dan wajah
beliau terlihat pucat. Zaid bin tsabit juga pernah menceritakan bahwa pada
suatu hari wahyu turun dan secara kebetulan paha Nabi menindih pahanya. Menurut
perasaannya, waktu itu seperti menahan beban yang berat sehingga dia khawatir
kalau tulang pahanya menjadi remuk.
Pernah pula diriwayatkan bahwa ketika Nabi sedang menunggang unta,
tiba-tiba wahyu turun kepada beliau. Seketika itu juga unta tersebut terjembab,
karena tidak kuat menahan beban yang ada di punggungnya. Selain itu, Abdullah
bin umar pernah bertanya kepada Nabi tentang pengalaman beliau ketika menerima
wahyu. Beliau menjawab: “aku dengar bunyi
lonceng dan aku pun diam”. Tidak berapa lama kemudian wahyu pun turun dan pada
waktu itu aku mengira jiwaku akan melayang”.
B.
Al
Quran diturunkan Secara Berangsur-Angsur
Dari
uraian yang lalu sudah diketahui bahwa jibril berulang kali turun menyampaikan
ayat-ayat-ayat al Quran kepada NABI MUHAMMAD SAW. Hal itu sudah sewajarnya
demikian. Sebab ayat-ayat al Quran tidaklah diturunkan sekaligus secara
keseluruhan, tetapi secara berangsur-angsur sesuai dengan keperluan yang ada.
Itulah sebabnya, ayat-ayat al Quran atau surat-suratnya yang diturunkan tidak
sama jumlah dan panjang pendeknya, terkadang diturunkan sekaligus secara penuh
dan terkadang sebagian saja. Surat-surat pendek (qishar) yang diturunkan
sekaligus secara penuh, antara lain; al Fatihah, al Ikhlas, al Kautsar, al
Lahab, al Bayyinah, dan an Nashr. Adapun surat-surat panjang (thiwal) yang diturunkan sekaligus secara
penuh antara lain; surat al Mursalat. Surat-surat yang tidak diturunkan
sekaligus secara penuh bervariasi pula, ada yang hanya lima ayat dari
keseluruhannya, ada pula yang hanya sepuluh ayat atau lebih, da nada pula yang
hanya diturunkan sebagian saja dari sepotong ayat.
Ayat-ayat
yang diturunkan sebanyak 10 ayat sekaligus, antara lain ayat-ayat yang terdapat
pada permulaan surat al Mu’min dan ayat-ayat ke 11 sampai ke 21 dari surat an
Nur yang isinya menerangkan kebersihan ‘aisyah, istri Rasulullah SAW dari
tuduhan berzina, yang telah dilancarkan oleh orang-orang munafik.
Ayat
yang pertama turun adalah surat al ‘alaq; 1-5 yang diturunkan ketika NABI MUHAMMAD SAW sedang menyendiri dan beribadah di sebuah gua yang bernama gua
hira yang terdapat di jabal Nur, kira-kira tiga mil dari kota Mekkah. Menurut
al Bukhari dan Muslim dari ‘aisyah bahwa NABI MUHAMMAD SAW sering mengunjungi gua hira ini dan menyendiri serta beribadat di sana selama beberapa malam.
Untuk lancarnya kegiatan beliau, beliau selalu membawa bekal. Apabila bekal
tersebut habis, beliau kembali kepada Khadijah, yang kemudian memberikan bekal
lagi seperti biasa. Pada suatu ketika, beliau sedang berada di gua hira,
tiba-tiba jibril datang dan berkata kepada beliau, “Bacalah, hai Muhammad.” Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca”.
Nabi kemudian menceritakan bahwa malaikat itu merangkul dan memelukku
sampai aku betul-betul keletihan, kemudian aku dilepaskannya dan ia berkata
lagi kepadaku, “Bacalah.” Aku
menjawab “Aku tidak bisa membaca”.
Aku dirangkul dan dipeluknya lagi untuk kedua kalinya sampai aku merasa letih,
baru kemudian ia melepaskan aku dan berkata lagi kepadaku, “Bacalah”. Aku menjawab, “Aku
tidak bisa membaca”. Aku dirangkul dan dipeluknya lagi untuk ketiga
kalinya, lalu dilepaskan seraya berkata, “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.”, Setelah itu Nabi kembali menemui Khadijah dengan
hati yang takut dan gemetar.
Peristiwa
bersejarah ini terjadi pada malam senin, tanggal 17 ramadhan tahun ke 41 dari
usia NABI MUHAMMAD SAW atau 13 tahun sebelum beliau berhijrah ke madinah,
bertepatan dengan bulan juli tahun 610 M. Malam itu dinamakan malam lailatul qadar (malam kermuliaan) dan lailat mubarakah (malam yang diberkahi).
DAFTAR
PUSTAKA
Sunarto, ahmad.
2013. EnsiklopediBiografi Nabi Muhammad
SAW dan Tokoh-Tokoh Besar Islam Panutan dan Teladan Bagi Umat Sepanjang Masa
Jilid 1. Jakarta, Widya Cahaya.
Athailah, 2010. Sejarah al-Quran Verifikasi Tentang
Otentitas al-Quran. Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar