e-Kios

Selasa, 17 Juni 2014

Nabi Muhammad SAW Menerima Wahyu

1. Materi Untuk Tingkat Dasar
Penyampaian materi NABI MUHAMMAD SAW MENERIMA WAHYU untuk tingkat dasar dilaksanakan dengan metode ceramah. Bercerita tentang kisah Nabi, mengenalkan tokoh-tokoh, tempat dan tahun, serta menanamkan hikmah yang terkandung di dalam kisah tersebut kepada peserta didik. Penyampaian materinya adalah sebagai berikut:
A.    NABI MUHAMMAD SAW Menerima Wahyu Yang Pertama
Sejak masa kanak-kanak, MUHAMMAD senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia. Sekalipun ia tidak pernah melakukan pekerjaan keji yang umum dilakukan bangsanya, khususnya dalam masalah ibadah kepada Tuhan. Mereka membuat berhala dari batu lalu mereka sembah dengan cara mereka sendiri. Mereka membuat tidak kurang dari 360 buah berhala. Setiap suku memiliki berhala masing-masing. Mereka memberi nama berhala-berhala itu dengan nama macam-macam seperti Hubal, Latta, ‘Uzza, dan sebagainya.
            Melihat kerusakan yang menimpa umat manusia, dalam hati MUHAMMAD timbul perasaan sedih sehingga tertanamlah dalam kalbunya cita-cita yang teguh, hendak membersihkan alam ini dari kebusukan-kebusukan itu. Dengan semakin bertambahnya usia, maka bertambah kuatlah cita-citanya. Saat usia beliau mendekati 40 tahun, timbullah dalam dirinya keinginan untuk berkhalwat (menyepi).
            Seringkali dan terkadang sampai berhari-hari, beliau mengasingkan diri dari kekalutan yang memenuhi negeri, berpisah ke suatu tempat yang sepi dalam sebuah gua batu yang bernama gua hira. Gua yang terletak beberapa kilometer di utara Mekkah. Gua tersebut gelap dan sempit, terletak di lereng gunung, kurang lebih 20 meter dari puncak. Orang yang tidak memiliki keberanian dan keteguhan hati seperti MUHAMMAD tidak akan sanggup memasuki gua itu karena keadaannya yang mengerikan.
            Dalam hasratnya menghadapkan diri itu, beliau bangun tengah malam. Kalbu dan kesadarannya dihidupkan. Beliau berpuasa lama sekali. Dengan demikian, beliau hidupkan renungan dalam benak beliau. Kemudian, beliau turun dari gua itu, melangkah ke jalan-jalan di padang sahara. Beliau kembali ke tempat beliau berkhalwat, hendak menguji, apakah yang berkecamuk dalam perasaannya ?, Apakah yang terlihat dalam mimpinya ?.
            Hal tersebut berjalan kurang lebih selama 6 bulan, sampai beliau merasa khawatir akan membawa dampak negatf terhadap diri beliau. Oleh karena itu, beliau nyatakan rasa kekhawatiran itu kepada Khadijah dan menceritakan apa yang yang telah dilihatnya. Beliau khawatir kalau itu adalah gangguan jin.
            Tiba-tiba pada suatu malam, tanggal 17 Ramadhan tahun ke 40 dari kelahirannya, gua yang ditempatinya itu menjadi terang benderang memancarkan seberkas cahaya yang kemudian menerangi seluruh ruangan dalam gua itu. Pada saat seperti itu, turunlah makhluk dari langit yang berbentuk manusia dengan kecepatan yang luar biasa, lalu menghampiri MUHAMMAD seraya berkata, “Iqra’. (Bacalah)!”
            Dengan perasaan kaget MUHAMMAD menjawab, “Maa ana biqaari’in (Aku tidak dapat membaca)”.
            Ia merasa seolah malaikatb itu mencekiknya, kemudian melepasnya lagi seraya berkata, “Iqra” (Bacalah !!)”
            Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi MUHAMMAD menjawab, “Maa ana biqaari’in (Aku tidak dapat membaca)”.
            Selanjutnya, malaikat itu memeluk MUHAMMAD hingga MUHAMMAD sulit bernapas, lalu malaikat itu melepaskannya seraya berkata, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Yang Paling Permurah, (Tuhan) Yang Mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-‘Alaq (96): 1-5)
            Setelah tersadar dari kekagetannya itu, MUHAMMAD lari keluar gua dan melihat ke arah langit. Tampaklah di depan pandangannya suatu bentuk manusia yang sangat besar. Kedua kakinya saja mencapai ufuk penglihatannya. Orang besar itu berseru kepada MUHAMMAD, “Wahai Muhammad, kamu adalah Rasul Allah dan aku adalah Jibril”.
            Setelah rupa malaikat itu mernghilang, MUHAMMAD pulang dengan wahyu yang disampaikan kepadanya. Hatinya berdebar-debar ketakutan. Dijumpainya Khadijah seraya berkata, “selimuti aku”.
            Ia segera diselimuti, tubuhnya menggigil seperti sedang demam. Setelah rasa ketakutannya itu berangsur reda, dipandangnya istrinya dengan pandangan mata ingin mendapat kekuatan. MUHAMMAD berkata, “mengapa aku ini Khadijah?”.
            Diceritakannya peristiwa yang telah dialaminya, dan dinyatakan rasa kekhawatirannya akan terpedaya oleh kata hatinya atau ia akan menjadi ahli nujum.
            Untuk lebih menentramkan diri siamunya, pagi-pagi Khadijah pergi ke rumah seorang pendeta Kristen, Waraqah Bin Nufail. Setelah mendengar peristiwa yang diceritakan Khadijah, ia berkata, “saudaraku, jangan khawatir. Suamimu telah terpilih sebagai Rasul Allah. Allah telah berbicara dengan dia. Sebagaimana Dia telah berbicara dengan Musa di gunung tursina”.
            Dengan nada sedih Waraqah Bin Nufail berkata lagi kepada NABI MUHAMMAD SAW, “Sekiranya umurku panjang, aku akan membelamu sekuat tenagaku padea saat engkau diusir oleh kaummu”.

B.     Pengenalan Tokoh Dan Tempat Dalam Kisah:
a.       NABI MUHAMMAD SAW:
Manusia yang berakhlak mulia, yang tidak pernah berbuat keji, tidak pernah menyembah berhala, calon Nabi kekasih allah, Nabi dan Rasul Allah yang terakhir.
b.      Khadijah:
Istri NABI MUHAMMAD SAW yang setia dan penuh bakti kepada Muhammad. Penuh tanggung jawab mendampingi NABI MUHAMMAD SAW dalam keadaan apapun.
c.       Waraqah bin Nufail:
Pendeta nasrani yang shalih, yang mengimani kehadiran Rasul Allah yang terakhir. Orang yang memberi penjelasan, menenangkan NABI MUHAMMAD SAW dan Khadijah atas apa yang telah dialami NABI MUHAMMAD SAW. Orang yang berharap seandainya diberikan umur panjang, akan membela NABI MUHAMMAD SAW.
d.      Gua hira:
Gua tempat NABI MUHAMMAD SAW berkhalwat
e.       Mekkah:
Kota tempat tinggal NABI MUHAMMAD SAW.

C.     Hikmah Di Balik Kisah Muhammad:
a.       Pentingnya akhlak yang mulia
b.      Pentingnya ketauhidan kepada Allah, tidak menyembah yang lain
c.       Malaikat jibril sangat patuh kepada Allah, menyampaikan wahyu kepada Nabi dan Rasul yang dipilih Allah. Terkadang menampakkan diri dalam wujud manusia normal, dan manusia yang berukuran sangat besar.
d.      Kesempurnaan wahyu Allah yang diturunkan melalui malaikat jibril.
e.       NABI MUHAMMAD SAW tidak dapat membaca sebagai bukti bahwa apa yang disampaikannya adalah murni firman Allah, bukan karangan beliau.

2. Materi Untuk Tingkat Menengah
Penyampaian materi NABI MUHAMMAD SAW menerima wahyu yang pertama untuk tingkat menengah adalah dengan memadukan metode ceramah yang disertai penggunaan berbagai media. Guru dapat menggunakan media powerpoint untuk mempresentasikan materi. Materi pembelajaran, selain berisi kisah turunnya wahyu kepada NABI MUHAMMAD SAW, juga dikembangkan kepada tujuan disampaikannya wahyu kepada NABI MUHAMMAD SAW. Pont-point penting materinya adalah sebagai berikut:
Wahyu dan NABI MUHAMMAD SAW
Wahyu yang disampaikan kepada MUHAMMAD adalah wahyu yang memperbaiki kondisi masyarakat, memperbaiki ajaran Nabi sebelum MUHAMMAD yang sudah mengalami pencemaran dan penyimpangan. Manusia diciptakan Allah dengan tujuan untuk menyembah Allah, bertauhid murni kepada Allah, tanpa menyekutukannya dengan yang lain. Kondisi masyarakat kota Mekkah pada saat itu yang rusak baik dari sisi moral, penyembahan kepada berhala, keercayaan pada klenik dan khurafat, dan melakukan upaya pemalsuan terhadap ajaran-ajaran Nabi yang terdahulu. Inilah dasar utama adanya kenabian yang diturunkan kepada MUHAMMAD yang memurnikan aqidah, meluruskan ajaran dan wahyu Allah SWT. Ajaran-ajaran dalam wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW adalah:
1.      Penciptaan dan Beberapa Sifat-NYA
Manusia tidak menciptakan dirinya sendiri, dan tak ada makhluk manapun yang mampu menciptakan dirinya dari sesuatu tanpa wujud perantara. Semua makhluk berasal dari Sang Pencipta. Allah SWT sebagai Pencipta adalah Maha Unik dan tidak ada yang menyerupai-NYA, Dia tidak dilahirkan dan Dialah satu-satunya Tuhan. Dia Maha Pemurah, Pengasih, dan Penyayang, membalas semua kebaikan dan menerima taubat orang yang benar-benar menyesali perbuatannya. Dia memberi ampunan pada siapa yang dikehendaki-NYA dan tidak akan memberi ampunan pada setiap orang yang menyekutukan-NYA. Manusia diciptakan Allah untuk menyembah kepada-NYA, beribadah dengan baik kepada-NYA, seluruh kegiatan manusia yang disertai niat untuk memberi pelayanan terhadap Allah SWT dapat dinilai sebagai amal ibadah.
2.      Penyempurnaan Dan Pemurnian Risalah Nabi Terdahulu
Dalam jiwa manusia, Allah meniupkan sifat naluri yang mengantarkan penghambaan kepada-NYA. Allah mengutus para Rasul dari masa ke masa agar terhindar dari penyembahan berhala, atau pun khurafat dan membimbing manusia pada penyembahan yang benar. Allah sebagai Sang Pencipta membersihkan para utusan-NYA dari segala bentuk perilaku jahat serta memberi kebaikan budi. Mereka sebagai model percontohan dan memerintahkan semua pihak agar mengikuti jejak kepemimpinannya dalam menghambakan diri pada Allah SWT. Semua risalah para Nabi adalah ungkapan singkat “tiada Tuhan melainkan Allah”, kata kunci yang menyatukan semua para Nabi sejak Nabi Adam AS hingga NABI MUHAMMAD SAW.
3.      NABI MUHAMMAD SAW Rasul Terakhir
Nabi Ibrahim AS pernah bermimpi bahwa seorang dari keturunannya akan menjadi seorang yang menggembirakan Sang Pencipta, yang diutus menjadi Nabi dan Rasul yang terakhir. Berdasarkan mimpi itu, berdoalah Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT, agar diutus salah seorang dari keturunannya yang membacakan ayat-ayat-NYA, mengajarkan al Kitab (Quran) dan hikmah (Sunnah) dan mensucikan umat manusia. Dari doa itulah, dengan kehendak dari Allah, di Mekkah Allah mengutus MUHAMMAD sebagai Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, yang diutus untuk mensucikan seluruh umat manusia.

3.  Materi Untuk Tingkat Atas
            Materi NABI MUHAMMAD SAW menerima wahyu untuk tingkat atas, guru menjelaskan tentang cara dan proses turunnya kalam Allah tersebut kepada NABI MUHAMMAD SAW. Materinya adalah sebagai berikut:
A.    Al-Quran Diturunkan Dalam Bentuk Wahyu Matluw
Cara-cara Allah dalam berbicara kepada seseorang yang dikehendaki-NYA adalah melalui tiga macam:
a.       Melalui wahyu
Wahyu di sini adalah ilham dan makna (pengertian) yang dimasukkan ke dalam hati, baik di kala jaga seperti dialami oleh ibu Musa agar menyusui putranya, maupun di kala tidur, seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS agar menyembelih putranya, Ismail AS. Pengertian dan makna yang dimasukkan ke dalam hati tersebut bukanlah dalam bentuk verbal, melainkan dalam bentuk pengertian yang bebas dari keraguan dan kesulitan serta tidak pula merupakan hasil meditasi.
b.      Berfirman dari balik tabir
Seseorang dapat mendengar firman Allah SW, tetapi tidak dapat melihat-NYA seperti yang pernah dialami oleh Nabi Musa AS di bukit Tursina.
c.       Melalui seorang malaikat
Seseorang dapat berbicara dengan Allah melalui perantaraan seorang malaikat, yaitu Jibril AS, yang bergelar Ruh al-Qudus dan Ruh al-Amin.
Dengan demikian, cara Allah berbicara atau berfirman kepada manusia ada yang secara langsung, tanpa melalui perantara yang menyampaikannya dan ada pula yang tidak secara langsung, tetapi hanya melalui perantara yang menyampaikannya, yaitu Jibril. Penyampaian kalam Allah kepada seseorang, tanpa melalui perantara ada dua macam:
a.       Langsung menerimanya dari Allah dalam bentuk makna (ide), namun sama sekali tidak mendengar  suara kalam Allah tersebut,
b.      Langsung menerima dari Allah, dan mendengar bunyinya secara nyata, namun tidak melihat-NYA
Adapun penyampaian kalam Allah secara tidak langsung, tetapi melalui perantara saja, ada dua macam:
a.       Menerima kalam Allah tersebut dalam bentuk makna (ide) saja, kemudian ia mengungkapkannya dengan bahasanya,
b.      Menerima kalam Allah tersebut tidak hanya dalam bentuk makna, tetapi juga lafalnya.
NABI MUHAMMAD SAW telah menerima kalam Allah melalui ketiga macam cara tersebut. Cara yang pertama, adakalanya beliau alami melalui ilham di kala beliau dalam keadaan jaga. Setelah beliau menerimanya, beliau dapat mengingatnya dengan tepat. Di samping itu, Rasulullah SAW juga pernah menerima kalam Allah melalui cara yang pertama, namun pada waktu tidur, bukan pada waktu jaga. Pengalaman beliau yang seperti itu telah diriwayatkan oleh ‘aisyah ra sebagai berikut, “Pertama kali Rasulullah SAW menerima wahyu adalah mimpi yang benar pada waktu tidur. Beliau tidak melihat mimpi itu, kecuali dating seperti cahawa subuh”. H.R. Bukhari.
Cara kedua, menurut riwayat hanya sekali pernah dialami Rasulullah SAW, yaitu ketika mi’raj, beliau telah menerima perintah untuk melaksanakan shalat fardhu lima waktu dari Allah secara langsung, tanpa perantaraan Jibril.
Cara ketiga, adalah cara yang cukup sering dialami oleh Rasulullah SAW. Adakalanya Jibril menyampaikan makna (ide) yang terkandung dalam kalam Allah atau wakyu, kemudian beliau sendiri yang mengungkapkannya kepada kaum muslim dengan lafal (redaksi) dari beliau; dan adakalanya pula Jibril langsung menyampaikan kalam Allah itu tidak hanya berupa makna (ide) yang terkandung di dalamnya, tetapi sekalugus dengan lafalnya langsung dari Allah.
Cara yang tertinggi dari ketiga cara tersebut adalah cara yang terakhir. Sebab, wahyu yang diturunkan dengan cdara yang terakhir tersebut, hanya untuk para Nabi dan Rasul yang bertugas membawa risalah Allah. Adapun wahyu yang diturunkan dengan cara pertama dan kedua termasuk jenis wahyu yang lebih rendah kendatipun sifatnya langsung dari Allah. Begitu pula wahyu yang diturunkan melalui jibril, namun yang disampaikannya kepada Rasulullah SAW hanya berupa makna. Sebab, wahyu dalam bentuk-bentuk tersebut dapat pula diberikan kepada orang-orang saleh yang bukan Nabi dan Rasul.
Oleh karena al-Qur’an berisi risalah Allah yang terakhir dan untuk seluruh umat manusia, sudah semestinya pula jika wahyu Allah yang terkandung dalam kitab suci itu diturunkan dengan cara yang ketiga, yaitu melalui malaikat jibril dalam bentuk makna dan lafalnya sekaligus. Hal ini telah dinyatakan oleh Al Quran sendiri dengan jelas di beberapa ayatnya, antara lain seperti yang disebutkan di surat Asy Syu’ara: 192-195. “Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta ala, dia dibawa turun oleh al ruh al amin (jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa arab yang jelas”.
Firman Allah yang menegaskan bahwa Al Quran diturunkan oleh Allah melalui perantaraan Jibril dengan bahasa arab yang jelas telah membuktikan bahwa NABI MUHAMMAD SAW telah menerima Al Quran itu benar-benar dalam bentuk makna dan lafalnya, tanpa ada campur tangan dan interpretasi dari jibril atau Nabi sendiri. Dengan demikian, peran jibril dalam menyampaikan Quran kepada Rasulullah SAW hanya sekedar membacakan apa yang telah diterimanya secara harfiah. Sebab, baik makna (ide) maupun lafal (kata-kata)nya adalah langsung dari Allah sendiri.
Penegasan dari Allah melalui firman-NYA di atas sekaligus telah membantah bahwa tidak adanya unsur manusiawi pada lafal-lafal Quran. Hikmah diturunkannya Quran melalui jibril dalam bentuk tersebut adalah untuk meyakinkan kebenarannya kepada NABI MUHAMMAD SAW dalam bahasa yang benar-benar pasti.
Bentuk penyampaian wahyu seperti al Quran ini dalam Islam disebut wahyu matluw yang berarti wahyu yang dibacakan kepada Nabi dengan kata-kata yang jelas.
Selanjutnya, bagaimana cara malaikat jibril menyampaikan al Quran kepada NABI MUHAMMAD SAW telah dijelaskan beliau bahwa, ada dua cara yang dipakai jibril dalam menyampaikan al Quran kepada beliau. Pertama, jibril tidak menampakkan dirinya sehingga NABI MUHAMMAD SAW tidak dapat melihat wujudnya, namun dapat mendengar suara seperti bunyi lonceng. Para ulama berpandangan, mungkin bunyi lonceng ini adalah bunyi kepakan sayap malaikat. Sebab, dalam sebuah hadis disebutkan, “apabila Allah menghendaki sesuatu di langit, para malaikat mengepak-ngepakkan sayap mereka sebagai tanda tunduk kepada firman-NYA”. Mungkin juga suara seperti bunyi lonceng itu adalah suara malaikat itu sendiri seperti yang pernah beliau dengar pada waktu pertama kali menerima wahyu. Cara pertama ini sangat menyusahkan NABI MUHAMMAD SAW dalam menerimanya. Sebab untuk dapat menerimanya, beliau juga harus memiliki keruhanian yang tinggi, setidak-tidaknya setingkat dengan keruhanian jibril.  Oleh karena itu, NABI MUHAMMAD SAW harus mentransformasikan diri beliau dari alam manusia yang indrawi masuk ke alam malaikat yang non-indrawi. Tetapi betapapun kesusahan yang beliau alami, ternyata apa yang telah dibacakan oleh jibril masih dapat ditangkap dan dihafal beliau.
Kedua, malaikat jibril menampakkan dirinya kepada NABI MUHAMMAD SAW seperti seorang pria dan bercakap-cakap dengan beliau sebagaimana layaknya manusia biasa sehingga beliau dengan mudah dapat menghafal apa saja yang telah dibacakan malaikat itu. Dalam beberapa hadis dinyatakan, peristiwa ini sering terjadi. Bahkan, di antara peristiwa-peristiwa tersebut, para sahabat Nabi juga turut menyaksikannya. Jibril muncul di hadapan Rasul; berwujud manusia yang tampan. Namun, kemunculan jibril itu baru terjadi setelah NABI MUHAMMAD SAW berhijrah ke madinah, sebab sahabat tersebut baru memeluk Islam setelah perang badr.
Tegasnya, bagaimanapun cara jibril dalam menyampaikan wahyu kepada NABI MUHAMMAD SAW, apakah dengan menyerupai seorang manusia ataukah tidak, yang pasti adalah, semua ayat al Quran telah diturunkan kepada beliau dalam bentuk wahyu matluw atau wahyu verbal, yaitu wahyu yang dibacakan dengan kata-kata yang jelas.
Bagaimana susah dan beratnya penderitaan NABI MUHAMMAD SAW ketika menerima ayat-ayat al Quran, terutama yang disampaikan dengan cara pertama di atas, dapat diketahui melalui beberapa informasi dari beberapa sahabat yang pernah menyaksikan turunnya ayat-ayat al Quran. Misalnya, menurut informasi dari ‘aisyah ra, setelah wahyu turun kepada Rasulullah SAW, wajah beliau bercucuran keringat, padahal waktu itu udara dingin sekali. Menurut informasi dari ‘ubaidah bin shamit, apabila wahyu turun kepada Nabi, beliau terlihat kelelahan dan wajah beliau terlihat pucat. Zaid bin tsabit juga pernah menceritakan bahwa pada suatu hari wahyu turun dan secara kebetulan paha Nabi menindih pahanya. Menurut perasaannya, waktu itu seperti menahan beban yang berat sehingga dia khawatir kalau tulang pahanya menjadi remuk.  Pernah pula diriwayatkan bahwa ketika Nabi sedang menunggang unta, tiba-tiba wahyu turun kepada beliau. Seketika itu juga unta tersebut terjembab, karena tidak kuat menahan beban yang ada di punggungnya. Selain itu, Abdullah bin umar pernah bertanya kepada Nabi tentang pengalaman beliau ketika menerima wahyu. Beliau menjawab: “aku dengar bunyi lonceng dan aku pun diam”. Tidak berapa lama kemudian wahyu pun turun dan pada waktu itu aku mengira jiwaku akan melayang”.
B.     Al Quran diturunkan Secara Berangsur-Angsur
Dari uraian yang lalu sudah diketahui bahwa jibril berulang kali turun menyampaikan ayat-ayat-ayat al Quran kepada NABI MUHAMMAD SAW. Hal itu sudah sewajarnya demikian. Sebab ayat-ayat al Quran tidaklah diturunkan sekaligus secara keseluruhan, tetapi secara berangsur-angsur sesuai dengan keperluan yang ada. Itulah sebabnya, ayat-ayat al Quran atau surat-suratnya yang diturunkan tidak sama jumlah dan panjang pendeknya, terkadang diturunkan sekaligus secara penuh dan terkadang sebagian saja. Surat-surat pendek (qishar) yang diturunkan sekaligus secara penuh, antara lain; al Fatihah, al Ikhlas, al Kautsar, al Lahab, al Bayyinah, dan an Nashr. Adapun surat-surat panjang (thiwal) yang diturunkan sekaligus secara penuh antara lain; surat al Mursalat. Surat-surat yang tidak diturunkan sekaligus secara penuh bervariasi pula, ada yang hanya lima ayat dari keseluruhannya, ada pula yang hanya sepuluh ayat atau lebih, da nada pula yang hanya diturunkan sebagian saja dari sepotong ayat.
Ayat-ayat yang diturunkan sebanyak 10 ayat sekaligus, antara lain ayat-ayat yang terdapat pada permulaan surat al Mu’min dan ayat-ayat ke 11 sampai ke 21 dari surat an Nur yang isinya menerangkan kebersihan ‘aisyah, istri Rasulullah SAW dari tuduhan berzina, yang telah dilancarkan oleh orang-orang munafik.
Ayat yang pertama turun adalah surat al ‘alaq; 1-5 yang diturunkan ketika NABI MUHAMMAD SAW sedang menyendiri dan beribadah di sebuah gua yang bernama gua hira yang terdapat di jabal Nur, kira-kira tiga mil dari kota Mekkah. Menurut al Bukhari dan Muslim dari ‘aisyah bahwa NABI MUHAMMAD SAW sering mengunjungi gua hira ini dan menyendiri serta beribadat di sana selama beberapa malam. Untuk lancarnya kegiatan beliau, beliau selalu membawa bekal. Apabila bekal tersebut habis, beliau kembali kepada Khadijah, yang kemudian memberikan bekal lagi seperti biasa. Pada suatu ketika, beliau sedang berada di gua hira, tiba-tiba jibril datang dan berkata kepada beliau, “Bacalah, hai Muhammad.” Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca”.  Nabi kemudian menceritakan bahwa malaikat itu merangkul dan memelukku sampai aku betul-betul keletihan, kemudian aku dilepaskannya dan ia berkata lagi kepadaku, “Bacalah.” Aku menjawab “Aku tidak bisa membaca”. Aku dirangkul dan dipeluknya lagi untuk kedua kalinya sampai aku merasa letih, baru kemudian ia melepaskan aku dan berkata lagi kepadaku, “Bacalah”. Aku menjawab, “Aku tidak bisa membaca”. Aku dirangkul dan dipeluknya lagi untuk ketiga kalinya, lalu dilepaskan seraya berkata, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”, Setelah itu Nabi kembali menemui Khadijah dengan hati yang takut dan gemetar.
Peristiwa bersejarah ini terjadi pada malam senin, tanggal 17 ramadhan tahun ke 41 dari usia NABI MUHAMMAD SAW atau 13 tahun sebelum beliau berhijrah ke madinah, bertepatan dengan bulan juli tahun 610 M. Malam itu dinamakan malam lailatul qadar (malam kermuliaan) dan lailat mubarakah (malam yang diberkahi).

DAFTAR PUSTAKA
Sunarto, ahmad. 2013. EnsiklopediBiografi Nabi Muhammad SAW dan Tokoh-Tokoh Besar Islam Panutan dan Teladan Bagi Umat Sepanjang Masa Jilid 1. Jakarta, Widya Cahaya.

Athailah, 2010. Sejarah al-Quran Verifikasi Tentang Otentitas al-Quran. Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar